Langsung ke konten utama

Makalah lengkap hubungan jamban dan diare di kalimantan selatan

BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
 Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kemaotian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian (Aman, 2004 dalam Zubir et al, 2006).
Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%).
Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita.  survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun (Soebagyo, 2008).
 Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian penyakit diare yang tinggi karena tingginya morbiditas dan mortalitas (Magdarina, 2010).
Hal yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air dan daging, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Irianto, 1996).


                                                                       
Menurut hasil penelitian Irianto (1996), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa.
Di Kalimantan Selatan masih banyak ditemui kasus diare. Sebagai perbandingan kasus diare pada tahun 2008 sebanyak 54.316 kasus ,2009 sebanyak 72.020 kasus, tahun 2010 sebanyak 52.908 kasus, serta tahun 2011 sebanyak 66.765 kasus.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu Bagaimana Pengaruh Penggunaan Jamban (Kakus) sehat terhadap pertumbuhan penyakit Diare di Kalimantan Selatan.
         
C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh Jamban (kakus) terhadap pertumbuhan penyakit Diare di Kalimantan Selatan.

D.   Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah memberikan pengetahuan dan informasi tentang pengaruh jamban (kakus) sehat terhadap pertumbuhan penyakit Diare di Kalimantan Selatan.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   LINGKUNGAN
Kesehatan lingkungan termasuk semua fisik,kimia, dan faktor biologis eksternal untuk seseorang, dan faktor-faktor terkait mempengaruhi perilaku. Ini meliputi penilaian dan pengendalian faktor-faktor lingkungan yang berpotensi dapat mempengaruhi kesehatan. Hal ini ditargetkan untuk mencegah penyakit dan menciptakan lingkungan kesehatan-mendukung. (WHO)
Lingkungan adalah segala sesuatu disekitar kita, baik itu udara, tanah, air, makanan, dan tempat kita bernaung. Beberapa hubungan antara lingkungan dengan manusia yanag berpotensi menjadi tempat penularan diare yaitu sumber air minum , jenis tempat pembuangan tinja, dan jenis lantai rumah. ( Depkes RI)
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia/ HAKLI)
Lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempat dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini bisa sangat luas, namun untuk praktisnya dibatasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia seperti faktor politik, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor alam dan lain-lain. ( Salim; 2011)
Lingkungan hidup jasmani atau fisik yang meliputi dan mencakup segala unsur dan faktor fisik jasmaniah yang berada didalam alam. Didalam pengertian ini, maka hewan, tumbuh-tumuhan dan manusia tersebut itu dilihat dan akan dianggap sebagai perwujudan secara fisik jasmani belaka. Dalam hal tersebut “Lingkungan”, diartikan sebagai mencakup lingkungan hidup hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia yang terdapat didalamnya. (Soedjono; 2010)

Lingkungan hidup adalah seluruh benda dan daya serta keadaan termasuk yang ada didalamnya manusia dan segala tingkah perbuatannya yang berada dalam ruang dimana manusia memang berada dan mempengaruhi suatu kelangsungan hidup serta pada kesejahteraan manusia dan jasah hidup yang lainnya. Dengan demikian bahwa tercakup segi lingkungan budaya dan segi lingkungan fisik. ( Munadjat Danusaputro;2010)
Beberapa tanda lingkungan tidak sehat antara udara, tanah, dan airnya tidak bersih. Udara dikatakan tidak bersih jika udara tersebut terkotori oleh asap. Udara kotor tidak baik untuk kesehatan pernapasan. Tanah dikatakan tidak bersih jika di tanah tersebut terdapat sampah. Sampah yang menggunung akan mengeluarkan bau tidak sedap. Selain itu, sampah tersebut menjadi tempat kerumunan lalat. Lalat ini dapat menyebarkan kuman penyakit ke tempat lain. Air dikatakan tidak bersih jika air tersebut tergenang karena penuh sampah. Air yang tergenang dapat menjadi sarang nyamuk. Nyamuk ini dapat menjadi pembawa penyakit ( Depkes RI : 2000)

B.   JAMBAN
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.(Joharrudin ; 2010)
Jamban keluarga merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran/najis manusia yang lazim disebut kakus atau WC, sehingga kotoran tersebut disimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Kotoran manusia yang dibuang dalam praktek sehari-hari bercampur dengan air, maka pengolahan kotoran manusia tersebut pada dasarnya sama dengan pengolahan air limbah. Oleh sebab itu pengolahan kotoran manusia, demikian pula syarat-syarat yang dibutuhkan pada dasarnya sama dengan syarat pembuangan air limbah (Depkes RI, 2000)
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 2000).


Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan (Kusnoputranto,2000).
Sementara itu menurut Josep Soemardi (1999) pengertian jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.

C.   DEFINISI TINJA
Difinisi Tinja sendiri ( Ekskreta )Yaitu sebagai kotoran manusia yang berbentuk padat, dengan berat basah tinja individu berkisar antara 20 gram – 1,5 killogram. Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus).
Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11).
Ekskreta manusia (human excreta) yang berupa feses dan air seni (urine)merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh (Chandra, 2007:124).
Komposisi Tinja
Menurut Azwar (2000:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan komposisi tinja dapat dilihat pada tabel berikut (Soeparman, 2002).






Selain kandungan komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan/ tidak menyebabkan penyakit. Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan (enteric or intestinal disesases). Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacing-cacing parasit. Coliform bacteria yang dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal stretococci (enterococci) yang sering terdapat di saluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta per gram (Soeparman, 2002)


D.   JENIS TEMPAT PEMBUANGAN TINJA
Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain:
1.      Jamban cemplung (Pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80 – 120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jambancemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.
2.      Jamban air (Water latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali.
3.      Jamban leher angsa (Angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.


4.      Jamban bor (Bored hole latrine)
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).
5.      Jamban keranjang (Bucket latrine)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau.
6.      Jamban parit (Trench latrine)
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.
7.      Jamban empang / gantung (Overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.
8.      Jamban kimia (Chemical toilet)
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah. Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo,20 2004).



Sedangkan syarat jamban sehat menurut Depkes RI (2002), antara lain :
1.      Tidak mencemari sumber air minum. Letak lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumur air minum (sumur pompa tangan, sumur gali, dan lain-lain). Tetapi kalau keadaan tanahnya berkapur atau tanah liat yang retak-retak pada musim kemarau, demikian juga bila letak jamban di sebelah atas dari sumber air minum pada tanah yang miring, maka jarak tersebut hendaknya lebih dari 15 meter;
2.      Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus. Untuk itu tinja harus tertutup rapat misalnya dengan menggunakan leher angsa atau penutup lubang yang rapat;
3.      Air seni, air pembersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya, untuk itu lantai jamban harus cukup luas paling sedikit berukuran 1×1 meter, dan dibuat cukup landai/miring ke arah lubang jongkok;
4.      Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk itu harus dibuat dari bahan-bahan yang kuat dan tahan lama dan agar tidak mahal hendaknya dipergunakan bahan-bahan yang ada setempat;
5.      Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang;
6.      Cukup penerangan;
7.      Lantai kedap air;
8.      Luas ruangan cukup, atau tidak terlalu rendah;
9.      Ventilasi cukup baik;
10.  Tersedia air dan alat pembersih.










Berdasarkan bentuknya, terdapat beberapa macam jamban menurut beberapa ahli. Menurut Azwar (2001), jamban mempunyai bentuk dan nama sebagai berikut :
1.      Pit privy (Cubluk): Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah sedalam 2,5 sampai 8 meter dengan diameter 80-120 cm. Dindingnya diperkuat dari batu bata ataupun tidak. Sesuai dengan daerah pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2.      Jamban cemplung berventilasi (ventilasi improved pit latrine): Jamban ini hampir sama dengan jamban cubluk, bedanya menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi ini dapat dibuat dari bambu.
3.       Jamban empang (fish pond latrine): Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam sistem jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling) yaitu tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja, demikian seterusnya.
4.      Jamban pupuk (the compost privy): Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya, di dalam jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan sampah, daun-daunan.
5.      Septic tank: Jamban jenis septic tank ini merupakan jamban yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, dimana tinja dan air buangan masuk mengalami dekomposisi.






Jamban bentuk septic tank sebagai bentuk jamban yang paling memenuhi syarat, tinja mengalami beberapa proses didalamnya, sebagai berikut :
1.      Proses kimiawi: Akibat penghancuran tinja akan direduksi sebagian besar (60- 70%), zat-zat padat akan mengendap di dalam tangki sebagai sludge Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan di bawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses selanjutnya.
2.      Proses biologis: Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam sludge dan scum. Hasilnya selain terbentuknya gas dan zat cair lainnya, adalah juga pengurangan volume sludge, sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan influent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif rendah. Cairan influent akhirnya dialirkan melalui pipa



E.   LALAT
Jenis lalat yang perlu diwaspadai di antaranya lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilla s  eritica), lalat biru (Calliphora vornituria), dan lalat latirine (Fannia canicularis). Dari keempat jenis tersebut, lalat rumah adalah yang paling dikenal sebagai pembawa penyakit. dan banyak dijumpai di tempat-tempat yang terdapat sampah basah hasil buangan rumah tangga, terutama yang kaya zat-zat organik yang sedang membusuk. Di lalat mencari makanan dan berkembang biak. (HDIndonesia ; 2010)
Semua jenis lalat bisa menularkan diare.Penyakit diare bukan semata-mata disebabkan oleh lalat. Lalat hanyalah perantara virus, kuman. Perilaku kitalah yang menjadi penyebab sesungguhnya.(Faisal ; 2011)



Bermacam-macam mikroorganisme penyebab penyakit menempel di kaki lalat dan rambut-rambut halus di sekujur tubuhnya. Berbagai penyakit yang disebabkan oleh lalat biasanya berhubungan dengan saluran pencernaan. karena perpindahan kuman dan mikroorganisme dari lalat ke dalam tubuh manusia terjadi secara mekanis. Lalat dari tempat kotor dan busuk kemudian hinggap di makanan sehingga makanan terkontaminasi. Mikroorganisme akan masuk ke dalam tubuh bersamaan dengan makanan itu. ( HDIndonesia; 2010)


F.    DEINISI DIARE
Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006)
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan ( mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lainnya. (Obat-Obat Penting)
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Apabila frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu maka hal ini disebut diare akut. (WHO, 2002)
Menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2002).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 2000).
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2000).


Epidemiologi Penyakit Diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut :
1.      Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
2.      Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita
3.      Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare..






Gejala Diare
Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :
a.       Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi,
b.      Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah,
c.       Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,
d.      Lecet pada anus,
e.       Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,
f.       Muntah sebelum dan sesudah diare,
g.      Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan
h.      Dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidarsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat (Widjaja, 2000).













BAB III

PEMBAHASAN
           

Lingkungan sangat mempengaruhi penyakit Diare. Seseorang akan sangat rentan terkena Diare apabila dia tinggal di Lingkungan yang tidak sehat (kotor), namun sebaliknya jika dia tinggal di daerah yang sehat penyakit Diare akan sangat jarang terjadi. Lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia/ HAKLI). Sedangkan pengertian Lingkungan yang tidak sehat adalah lingkungan yang kotor.
Pengertian Diare adalah fases keluar terlalu encer karena kolon terinfeksi kuman sehingga penyerapan air kembali oleh kolon terhambat. Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari). (Depkes ; 2000)
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare,Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
Jenis tempat pembuangan tinja yang tidak saniter akan memperpendek rantai penularan penyakit diare. Infeksi menyebar melalui tinja orang yang terinfeksi. Infeksi juga bisa ditularkan melalui kontak mulut-ke-dubur atau dari makanan, air, benda-benda atau lalat yang terkontaminasi. Wabah sering terjadi di pemukiman yang padat dengan tingkat kebersihan yang kurang.Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare.
            Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, dan kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya.



Jenis tempat pembuangan tinja dibedakan menjadi jenis jamban sehat dan jenis jamban tidak sehat. Jenis jamban tidak sehat yaitu jenis jamban tanpa tangki septik atau jamban cemplung dan rumah yang tidak memiliki jamban sehingga bila buang air besar mereka pergi ke sungai. Jenis tempat pembuangan tinja tersebut termasuk jenis tempat pembuangan tinja yang tidak saniter.
Jenis tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan, akan berdampak pada banyaknya lalat. Sedangkan jenis jamban sehat yaitu jamban yang memiliki tangki septik atau lebih dikenal dengan jamban leher angsa. Menurut Entjang (2000), jamban leher angsa (angsa latrine) merupakan jenis jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air, yang berfungsi sebagai sumbat sehingga bau dari jamban tidak tercium dan mencegah masuknya lalat ke dalam lubang. Jamban leher angsa menurut Sukarni (2002), memiliki keuntungan antara lain aman untuk anak-anak dan dapat dibuat di dalam rumah karena tidak menimbulkan bau.
Bila dilihat dari perilaku ibu, masih ada sebagian ibu yang tidak membuang tinja balita dengan benar, mereka membuang tinja balita ke sungai, ke kebun atau pekarangan. Mereka beranggapan bahwa tinja balita tidak berbahaya. Padahal menurut Depkes (2000), tinja balita juga berbahaya karena mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja balita juga dapat menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang tuanya. Selain itu tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi pada manusia.
Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease), lalat senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka, kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap pada makanan manusia (Soeparman dan Suparmin, 2003).
Penggunaan jamban yang benar akan menekan angka prevalensi diare. Menurut hasil penelitian Irianto ( 2000), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7% di desa.
Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat Kalsel adalah penyediaan sarana jamban keluarga. Jenis jamban leher angsa merupakan model terbaik yang dianjurkan kesehatan lingkungan (Entjang; 2000). Penggunaan jamban jenis leher angsa ini akan mencegah bau busuk serta masuknya binatang kecil.
Jamban angsatrine/ leher angsa merupakan jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapannya. Pilihan leher angsa harus terbuat dari keramik, porselin atau kaca serat (fiber glass). Tempat air perapat harus terbuat dari kaca serat atau keramik karena permukaanya licin dan cukup kuat sehingga mudah dibersihkan.
Selain itu, jamban leher angsa juga tidak berbau dan tidak mengundang serangga. Jamban ini digunakan untuk daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple latrine yaitu suatu lubang penampungan tinja yang digunakan oleh beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban).
Akan tetapi jamban jenis ini hanya cocok digunakan didaerah yang cukup air bersih. Untuk daerah yang sulit air biasanya menggunakan jamban cemplung. Dibeberapa daerah di Kalsel masih dirasa sulit untuk mencari air bersih, oleh karena itu masih banyak warga Kalsel yang menggunakan jamban cemplung khususnya masyarakat yang tinggal dipedesaan.
Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80 – 120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jambancemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter. (Entjang;2000). Tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna,misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup.sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bisa dihindari,serta karena tidak ada rumah jamban,bila musim hujan maka jamban itu akan penuh dengan air. jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam karna bisa mengotori air tanah dibawahnya.dalamnya ventilasi (vip latrine) berkisar antara 1,5-3 meter saja,sesui dengan daerah pedesaan maka rumah jamban tersebut dapat dibuat dari bambu,dinding bambu,atap daun kelapa atu daun padi,jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.
Bau khas dari kotoran atau tinja disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, thiol (senyawa yang mengandung belerang) dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah dapat rnenambah bau dan kepadatan kotoran atau tinja.11 Jamban keluarga yang digunakan bila kurang mendapat perhatian dalam membersihkannya, maka dapat menjadi sarang serangga (lalat) maupun binatang lainnya yang dapat mencemari makanan dan lingkungan sekitar. Kebersihan yang kurang pada jamban dapat dikhawatirkan akan menyebabkan berpindahnya penyebab penyakit ke manusia yang di bawa oleh hewan vektor misalnya lalat. Lalat merupakan vektor dari penyakit diare. Lalat banyak hidup dan berkembang biak ditempat-tempat yang lembab dan kotor.
Syarat tempat pembuangan tinja harus memenuhi syarat kontruksi juga harus memenuhi syarat letak adalah syarat tempat pembuangan tinja (bangunan/rembesan) dengan sumber air minum minimal 10 meter untuk tanah pasir dan 15 meter untuk tanah liat.
Hubungan lalat dan tinja di jamban adalah jika tinja saat kita buang air tidak tidak ditangani dengan baik akan dihinggapi berbagai serangga dan lalat karena mengandung bahan organik sehingga memancing serangga dan lalat untuk mendekatinya. Lalat yang datang dari tinja tersebut membawa bakteri dan mikroorganisme di kaki dan bulu-bulu halus disekujur tubuhnya dan jika hinggap ke makanan manusia akan menyebabkan penyakit Diare.
Jika kita memiliki jamban sehat maka penanganan tinja akan lebih baik sehingga tidak akan dihinggapi lalat dan serangga yang secara otomatis akan memutus rantai penyebaran penyakit diare.
Penyakit diare di Kalimantan Selatan masih termasuk dalam salah satu golongan penykit terbesar yang angka kejadiannya relatif cukup tinggi keadaan ini di dukung oleh faktor lingkungan, terutama kondisi sanitasi dasar yang masih tidak baik, misalnya penggunaan air untuk keperluan sehari-hari yang tidak memenuhi syarat, jamban keluarga yang masih kurang dan keberadaannya kurang memenuhi syarat, serta kondisi sanitasi perumahan yang masih kurang dan tidak higienis. Di Kalimantan Selatan masih banyak ditemui kasus diare. Sebagai perbandingan kasus diare pada tahun 2008 sebanyak 54.316 kasus ,2009 sebanyak 72.020 kasus, tahun 2010 sebanyak 52.908 kasus, serta tahun 2011 sebanyak 66.765 kasus ( Dinas kesehatan Prov Kalimantan selatan ; 2012)
Di Kalimantan selatan sudah diterapkan penggunaan jamban leher angsa pada daerah perkotaan. Walaupun baru didaerah perkotaan namun tindakan ini diharapkan bisa menekan angka kejadian penyakit diare
 Warga kalsel juga sering menggunakan jamban sungai terutama warga yang tinggal dipinggiran sungai sebagai contoh warga pinggiran sungai Martapura. Jamban jenis ini biasa dipilih karena murah. Akibat banyaknya jamban dipinggiran sungai martapura yang diperkirakan sudah berjumlah 2.800 buah maka sungai Martapura sudah mengalami pencemaran tinja yang serius terbukti dengan dilakukannya pengujian dan ditemukan kandungan bakteri E coli yang tinggi.
Apabila kondisi sungai yang seperti ini digunakan masyarakat untuk mandi, minum dan melakukan aktifitas lainnya maka dikhawatirkan akan terkena penyakit diare.
Kasus yang diakibatkan pencemaran e-coli, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kalsel, menunjukan kasus diare terjadi pada 7,71/1000 penduduk dengan angka kematian 0,27/100.000 penduduk.
Selain hubungan langsung dengan bakteri,virus ataupun kuman penyebab diare, penularan diare juga bisa lewat lalat. Penggunaan sanitasi yang tidak sehat akan menyebabkan serangga seperti lalat akan hinggap dan bertelur. Yang kemudian bakteri tersebut akan masuk ketubuh kita melalui makanan yang dihinggapi lalat.


Hal ini lah yang menyebabkan provinsi Kalimantan Selatan berada diurutan pertama dengan kasus diare terbanyak di pulau kalimantan. Dan berada di urutan ke 11 se indonesia dengan kejadian diare sebanyak 9,5 % ( Riset Kesehatan dasar tahun 2007).

Pemerintah sudah berupaya menekan angka kejadian diare tersebut dengan program mendirikan WC umum dengan sanitasi yang baik didaerah pinggiran sungai yang diharapkan agar warga tidak lagi membuang tinjanya ke sungai.
Program pemerintah ini cukup membuahkan hasil pada tahun 2009 terdapat 72.020 kasus diare di Kalimantan Selatan. Namun pemerintah terbukti berhasil dengan turunnya jumlah kasus diare di tahun selanjutnya menjadi 52.908 kasus (Dinas kesehatan Kalimantan selatan; 2012).










BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang dideskripsikan dapat diambil kesimpulan bahwa menjaga kesehatan jamban (Kakus) agar tetap sahat sangatlah penting. Hal ini dikarenakan jika kita tidak menjaga kesehatan jamban , banyak kuman dan serangga yang akan hinggap dan penyakit akan mudah menyerang tubuh kita salah satunya penyakit diare.
B.     SARAN
Saran yang dapat diajukan penulis dari hasil pembahasan makalah ini adalah Untuk penulisan makalah dapat dikembangkan pada pengaruh Obat-obatan terhadap pertumbuhan penyakit diare.

















DAFTAR PUSTAKA

Suyitno Imam,2011,Karya Tulis Ilmiah (KTI) Panduan, Teori, Pelatihan, dan    Contoh.Malang : PT Refika Aditama
Iyo Mulyono, 2011,Dari Karya Tulis Ilmiah sampai dengan Soft Skills.Bandung: YRAMA WIDYA
Budiarto, E., 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : EGC

Depkes, R. I., 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta :
Ditjen PPM dan PL.
Irianto, J., Soesanto. S., Supraptini, Inswiasri, Irianti, S., dan Anwar, A., 1996.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita
(Analisis Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 24
(2 dan 3) 1996 : 77-96.
Widyastuti, P., (ed). 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Jakarta : EGC.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LKMM-TD RANGKAIAN KE 6 LAPANGAN

Assalamualaikum, kali ini aku ingin melanjutkan ceritaku dalam rangkaian acaran LKMM TD. pada rangkaian acara ini LKMM lapangan merupakan salah satu kegitan puncak dari semua kegiatan. acara ini dilaksanakan di Moko Yonif 623/BWU. acafa nya dimulai dari tanggal 8-9 April 2017. pada hari sabtu tanggal 8 april kami para peserta berkumpul di plaza untuk mendapat sedikit materi apa sajakegiatan yg dilakukan disana nanti. Kami kesana menggunakan truk militer yg disedikan langsung oleh yonif 623.  Assalamualaikum, kali ini aku ingin melanjutkan ceritaku dalam rangkaian acaran LKMM TD. pada rangkaian acara ini LKMM lapangan merupakan salah satu kegitan puncak dari semua kegiatan. acara ini dilaksanakan di Moko Yonif 623/BWU. acafa nya dimulai dari tanggal 8-9 April 2017. pada hari sabtu tanggal 8 april kami para peserta berkumpul di plaza untuk mendapat sedikit materi apa sajakegiatan yg dilakukan disana nanti. Kami kesana menggunakan truk militer yg disedikan langsung oleh yonif 623. perj

Rangkaian LKMM ke 5 Tablik Akbar

Assalamumualaikum wr.wb Kembali lagi disini bersama saya Aziza, saya disini akan menceritakan pengalaman saya mengikuti LKMM-td 2018 rangkaian tablik akbar. Tablik kali ini kami diwajibkan berpakaian serba putih itu oleh karena itu saya merasa sedang hari raya idul fitri wkwk. Ceramah hari itu sangat menarik karena diisi ustad Berry El-Makky yang membawa ceramah pada hari itu dengan sangat menyenangkan. Dari sekian banyak hal yang bermanfaat yang beliau sampaikan hal yang paling berkesan bagi saya adalah ceramah tentang keajaiban istigfar yang sangat menyentuh hati saya. Ternyata Allah merupakan dzat yang paling pemaaf karena seberapa besar dosa hambanya akan tetap dia maafkan asalkan mereka mau bertaubat. Dan keajaiban istigfar itu sesungguhnya benar benar ada. Saya menyukai ustadnya karena beliau tidak membuat saya mengantuk dan tetap menarik untuk didengarkan sapanjang acara. Saya harap kedepannnya BEMk akan mengundang beliau lagi di lain kesempatan. Setelah mendengarkan belia